Senin, 17 Desember 2012

Perjalanan Yang Menyebalkan


Lama sekali nggk posting, aku sendiri bingung nih mau posting apa. Namun kali ini aku ingin sedikit bercerita, yaaa, curhat gitu dah, sekalian mau share info juga sih. Tetang pengalaman yang menyebalkan saat kembali dari kampung halamanku Lombok ke Jogja.
Heheee, boleh dooong curhat dikit.
Yoook, tanpa basa basi, langsung aja chek it out.

Beberapa hari yang lalu saat akhirnya saya bisa pulang kampung ke Lombok – NTB, saya merasa sangat senang karena saya bisa berjumpa dengan keluarga, sanak saudara, family, sahabat dan teman-teman saya.
Namun saya pulang bukan untuk senang-senang, hanya satu minggu – bukan satu hari di hari Minggu ya... J -  dirumah untuk mengurus beberapa surat yang saya kira akan sangat berguna kedepannya nanti, KTP dan juga rekening saya karena sedikit bermasaalah sehingga saya tidak bisa mengaksesnya.
Tidak butuh waktu lama untuk mengurus itu semua, namun tidak lama aku akan dirumah. Hari Minggu, kira-kira pukul 18:00 waktu setempat saya tiba dirumah.
Senin merupakan pagi pertama, seharian saya tidak banyak keluar, ingin melepas lelah didalam perjalanan daru Juanda – Surabaya ke BIL Lombok. Dan baru di hari Selasa hingga pada hari Rabu semuanya kelar dan tidak ada yang diurus lagi termasuk mengantar pesanan temanku kecuali membeli tiket.
Sempat berencana kembali ke Jogja memakai pesawat, namun saat mencari harganya, ternyata kantong saya masih belum cukup untuk itu. Akhirnya saya memtuskan untuk kembali menggunakan jalur bawah yang lebih murah, walau aku tahu pasti lebih lama yang artinya pasti lebih melelahkan.
Kamis pagi aku bersama kakaku mencari tiket untuk pulang. Singkat cerita dapat. Sore jumat jam 17:00 aku sudah haru diterminal untuk berangkat.
Pagi Jumat, aku sengaja memilih masih disini karena aku ingin Jumat-an di tempatku. Lama rasanya tidak memijakkan kaki di Masji Al-Mutaqin Desa Mangkung tempat kelahrianku.
Siang setelah Jumat-an mulai prepare untuk kembali. Seperti biasa, sebelum melangkahkan kaki dan mengucap salam, pamitan dulu sama keluarga dan yang lainnya.
Perjalananpun untuk kembali aku mulai. Diantar oleh kakak ke terminal hingga naik BUS.
T*+*A Mas - disensor, itulah nama perusahaan bus itu. Aku kira aku akan menggunakan bus yang panjang dan besar disebelahnya karena masih bertuliskan tulisan yang sama dengan bus ini. Tetapi lebih kecil dan lebih ***, dan saat aku masuk, bau tak sedap menyapa, tak apa lah.
Baru berjalan beberapa meter keluar dari terminal, busnya berhenti di depan kantor persuahaannya. Setidaknya aku tahu diaman kantor bus ini sekarang. Sedikit lama memnunggu, ternyata semua penumpang dipindahkan. Aku tahu saat aku juga disuruh untuk pindah ke bus yang lebih besar dan lebih bagus, aku kira sekarang menjadi lebih baik.
Memang dibandingkan yang sebelumnya, bus ini jauh lebih baik. Pantas saja, seperemat dari bus yang tadi itu isinya paket sedangkan yang sekarang ini penumpang semua. Aku kira bus ini akan terisi sampati penuh, tapi banyak kursi yang kosong sudah jalan.
Pertigaan pertama mulai belok kiri masuk di jalur yang lebih sempit. Ternyata beberapa bus juga parkir disana, aku kira dibawah satu perusahaan yang sama.
Disinilah kegelisahan mulai terjadi. Sejak mulai dari saat itu, sementara kakak saya sudah pulang sedari saya naik bis tadi bahkan saat ini dia sms sudah tiba dirumah, padahal jarak tempuh ke rumah saya kira-kira satu jam, tapi bus ini masih belum jalan juga.
Bahkan sampai gelap malam menyapa bus ini masih belum jalan juga, samapi kami semua yang ada dialam bus itu bosan dan kepanasan, masih belum jalan juga. Sampai ada yang makan hingga keluar masuk berkali-kali, masih tetap ditempat. Tapi mesin bus ini teidak pernah mati sedari tadi sore.
Dan akhirnya aku keluar untuk melihat apa yang terjadi, ternyata para crew dari T*+*A Mas itu sedang bongkar paket untuk dipindahkan ke bus ini. Bus ini dirancang untuk penumpang, bukan untuk paket, akbinatnya paket yang sekian banyak tidak mempunyai ruang di bus ini. Memakai sedikit kursi belakang jelas tidak mungkin dan tidak muat, akhirnya dinaikkannya paket-paket itu ke atas bus ini. Itulah yang menyita waktu kami karena paket itu besar-besar dan berat sehingga mereka kesusahan saat menaikkannya.
Sekitar 20:lewat, barulah kami memuali perjalanan. Seharusnya sedari jam 17:00 tadi sore kamu sudah berjalan, tapi karena ganti bus akhirnya seperti ini. Belum lagi ditambah macet dimana-mana dan meunggu saat masuk kapal.
Beberapa kejadian lucu yang aku rekam dalam ingatan saat diperjalanan. Pengamen, hal yang lumrah kalau dudalam bus seperti ini, pengamen dan penjual jajakan. Tak tanggung-tanggung, pengamennya pun berbagai jenis profesinya. Ada yang menyanyi dengan gitar, bahkan ada juga yang hanya modal suara saja. Ya mending kalau sauaranya bagus, ini masih lebih bagus suara saya – ya kalau saya boleh bilang seperti itu, J. Tapi renyata ada yang lebih parah lagi, ada seseorang muda dan saya kira masih layak pakai kalau ingin bekerja. Anehnya, dia mengamen hanya dengan suaranya saja. Ya masih mending suaranya bagus, saya rasa kurang tepat kalau dibilang bagus. Suaranya... tidak jelas, tidak bersuara malah. Seperti orang yang bisu, tidak bisa bicara. Lalu apa yang ditampilkannya, tidak ada, hanya modal tampang saja, masuk dan bersuara didalam bus itu.
Hmmmm.....
Hmmmm.....
Hmmmm.....
Hanya itu saja, dari awal sampai akhir. Eee, ujung-ujungnya itu topi dibuka dan dibaliknya, ditodong ke seluruh penumang. Baru akhirnya aku tahu dan mengerti ternyata dia itu pengamen. Ingin ketawa rasanya tapi tidak enak menertawakan orang.
Dan akrinya bus ini masuk kapal, setelah pengamen yang keluar masuk silih berganti bersama para penjual jajakan.
Aku hanya seorang, dan dikapalpun tak ada teman. Ya, itung itung pengalaman, cerita hidup.
Semakin larut dan semakin larut, malam semakin larut. Hampir semua penumpang tidur dalam perjalanan panjang ini. Sekitar lima jam dari Pulau Lombok ke Pulau Bali didalam perjalanan. Aku pun tertidur ditengah guncanan kapal ini.
Tengah malam aku banung, aku melihat setitik cahanya yang turun naik - turun naik, aku kira aku salah lihat. Kok ada cahanya yang turun naik – tutun naik seperti itu, setelah lama aku perhatikan, ternyata itu disebapkan guncangn kapal ini. Guncangan yang kencang. Akupun kembali tidur.
Dan saat aku bangung kembali, sudah semakin dekat dengan pelabuhan. Dan tiupan terompet terakhir dari kapal ini sekaligus untuk membanungkan semua penumpang yang tidur agar untuk turun. Aku pun kembali ke bus untuk melaju.
Kembali, sekitar pukul dua pagi, bus ini terjebak macet hingga berkilo-kilo. Sepanjang bahkan hingga pagi di Pualu Bali, bus ini masih dalam macet.  Aku kira sopirnya yang lelet, ternyata depan belakang sama.
Setidaknya aku dapat menikmati pemandangan pagi di Pulau Dewata itu yang begitu menakjubkan. Sayangnya tidak ada camera untuk mengabadikan gambar itu.
Ternyata dimana-mana, banyak sekali puso yang tumbang dan tabrakan. Itulah penebap utama kemacetan ini. Kalau hanya satu dua mungkin sedikit, lebih dari lima puso yang tumbang dan tabrakan hingga membuat kemacetan sepanjang ini. Sungguh, sangat melelahkan.
Kira-kira jam depalan pagi, baru  terbebas dari jebakan macet. Setidaknya sekarang menjadi lebih baik. Tapi sayang,  pak sopir tidak bisa kompromi. Aku yakin, kecepatannya tidak lebih dari 60 km/h. Itu baru keluar dari macet saja, belum lagi menuju Pelabuhan Ketapang – Bali untuk menyebrang ke Banyuangi  - Surabaya, masih sangat jauh.
Tapi, pak sopir tetap mengutamakan keselamatan, kecepatan tidak pernah lebih dari 60 km/h tak peduli waktu yang penting selamat sampai tujuan. Bahkan saat akan menyalip, sudah samapi pertengahan mobil yang mau disalip sedangkan mobil yang didepan masih belum jelas adanya, eee mundur lagi kebelakang. Tidak tahu apakah demi keselamatan atau sopirnya takut. Berbagai komentar dari penumpang dibelakang, tak dihiraukannya.
Ditengah-tengah hal itu, perutku terasa mual mau melepas gas, wiiiih rasanya sudah tak tahan lagi. Beberapa kali keluar saking tak tertahankan, keluar tanpa suara dan bau, syukur masih bisa diatasi. Yang terakhir, bukan mau lepas gas lagi, tapi mau kurangi beban didalamnya, sudah gak tahan karena terlalu lama ditahan.
Akhirnya bus ini tiba di Pelabuhan Ketapang – Bali untuk penyebrangan ke Ketapang – Surabaya. Jauh di sisi kanan terminal ada tulisan “Mushollah dan Toilet”. Bus ini berhenti untuk menunggu masuk kapal, kapal juga masih lama. Ini kesempatanku untuk mengatasi masalahku.
Akhirnya aku turun dan berlari ke arah Toilet untuk melepas beban. Dan beeeeeh, akhrinya satu masalah kelar. Suara terompet bus mau melaju, tak peduli, paling cuman maju dikit.
Benar saja, saat aku keluar, ternyata bus nya sudah tidak ada. Aku kira aku sudah ketinggalan kapal, tapi hanya maju beberapa pandangan saja dan akupun menuju bus itu untuk meunggu masuk kapal.
Singkat cerita, aku masuk kapal. Satu jam setelahnya, sampaliah kami di Banyuangi – Surabaya. Ya, seperti biasa, bus tidak bisa lebih dari 60 km/h. Beberapa kecelakaan dijalanan yang menyebapkan macet, turut menyumbang lambatnya perjalanan.
Tapi sekarang ada yang berubah, jika barusan penumpang ada yang teriak “pak sopir, gak usah ngebut, gak usah nyapip, yang penting selamat” sekarang menjadi “pak sopir, pelan saja yang penting makan dulu” karena kami hanya dikasih makan satu kali, itupun kemarin sore. Jelas sekarang ingin makan lagi.
Aku kira akan diajak ke restoran paling enak, setelah berjam-jam muter yang tak berujung, akhirnya sampai juga di warung makan ditengah jalan menuju surabaya. Aku kira akan mendapatkan makanan yang enak dan banyak, ternyata nasinya masih diambilkan – tidak ngambil sendiri, tau sendiri lah kalau diambilin kayak gimana. Dan yang lebih parah, saat aku dapat giliran, lauknya dikasi udang bakar yang kira-kira sebesar jari telunjuk untuk ukuran paling besar sebanyak tiga udang dalam satu tusuk, dan hanya dikasih satu tusuk. Sayurnya, hanya sayur rendang, tidak ada yang lain. Saat aku cedok kebawah, yang naik malah ampasnya. Syukur dapat potongan tahu satu, gak apalah makan seadanya.
Malang sekali nasip kami, aku kira kata kami sangat cocok karena aku tidak sendiri disini melainkan bersama penumpang yang lainnya juga.
Dan singkat cerita, kecepatan dibawah 60 km/h, kami yang seharusnya tiba di surabaya sedari jam 5 sore tadi, kini menjadi jam sembilam malam. Alhasil, aku bersama 5 orang lainnya yang membeli tiket langsung ke tujuan, tidak dapat bus lanjutan.
Disini terjadi perdebatan atara seorang penumpang dengan crew T*+*A Mas, merek kurang bertanggung jawab terhadap kami. Kami memaksa untuk diantar sekarang, tapi merek malah bilang “Kita sudah ketinggalan bus, mau tidak mau perjalanan di lanjutkan besok pagi” ya jelas gak mungkin lah, terkhusus untuk aku sendiri yang jarak tempuh 8 – 9 jam Surabaya Jogja. Dan aku juga gak yakin, besok pagi akan berangkat pagi-pagi, bisa-bisa aku nyampai Jogja sore, salah-salah malam.
Menelopone petugasnya yang di Lombok, HP ku mati. Salah seorang diatara kami, menelopone petugas yang di Lombok dan meminta pertanggung jawaban, aku kira tak membuahkan hasil. Bahkan yang berdebat tadi itu sudah duduk santai disampingku menyerah, karena percuma ini adalah perdebatan yang tak berujung.
Katanya, uang hanya pas mereka bawa untuk bensin dan biaya hidup, jika ingin membiayayai kami, itu tidak bisa. Akhirnya karena aku tidak mau nyampe Jogja sore apalagi malam, mau tidak mau aku yang menalah. Lagian aku kira Surabaya ke Jogja juga tidak makan 100 rb.
Aku meminta salah satu atara sopir dan kornetnya mencarikan aku bus yang ke Giwangan – Jogja. Eee, aku sudah berbaik hati mereka malah acuh tak acuh. Hingga akhirnya aku dicarikan Bus oleh sopirnya.
Singkat cerita aku tidak mau tahu lagi urusan mereka, aku melanjutkan perjalanan. Apalah artinya 50 rb dibandingkan kelelahan yang akan aku dapatkan jika jalan besok pagi. Setelah melepas sebungkus roti untuk teman-teman yang disana, karena aku melihat mereka belum makan bahkan tidak bawa makanan sedari kemarin selain kecuali dikasih. Aku ucapkan salam perpisahan.
Aku pun melaju ke jogja.
Penalaman adalah guru terbaik, itu yang aku kenang. Tidak akan aku sarangkan, siapapun untuk naik Bus itu, T*+*A Mas, jangan samapi kalian meniki bus ini sehingga mengalami kejadian yang sama seperti aku.
Ciri-ciri bus itu adalah, warna latar merah, penumpangnya dominan warga Bima – NTB, ada gambar mahkota disamping tulisan T*+*A Mas.
Semoga perusahan bus itu semakin maju.
Perjalanan yang menyebalkan.

Yogyakarta, 17 Desember 2012
Oget


bisa juga download ceritanya disini, GRATIS...!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan komentar anda. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk lebih baik kedepannya.